Kalender 2012



KOMET (Knowledge Management)

Perusahaan terkemuka Accenture mendifinisikan “knowledge management” sebagai:
“A systematic process for creating, acquiring, synthesizing, sharing, using, and distributing information, insights and experiences to achive the organisational goals…”

Konsep ini lahir setelah terjadinya sejumlah fenomena unik di dalam era ekonomi baru (new digital economy) dimana faktor 4M (Money, Machines/Methods, Materials, dan Men) saja tidak cukup untuk dapat bersaing di dalam bisnis global tanpa dimilikinya faktor produksi penting kelima yaitu “knowledge” atau pengetahuan. Berbagai kasus membuktikan dimana ada perusahaan yang telah menguasai 4M namun gagal dalam berbisnis karena tidak melakukan pengelolaan yang baik terhadap knowledge yang dimiliki dan diperlukan untuk menjalankan usahanya; sementara di pihak lain ada perusahaan yang berhasil walaupun hanya memiliki sumber daya “knowledge” semata dengan berbagai keterbatasan sumber daya 4M lainnya yang dimiliki.

Secara teori, ada dua jenis knowledge yang terdapat di dalam perusahaan, yaitu explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit Knowledge merupakan pengetahuan yang tersimpan di dalam sejumlah media penyimpan data dan/atau informasi seperti dokumen, arsip, laporan, bukti transaksi, notulen pertemuan, grafik profil usaha, foto-foto atau gambar-gambar, video dan audio, files/database, email, dan lain sebagainya. Sementara Tacit Knowledge adalah pengetahuan yang “tidak terlihat” karena keberadaannya yang tersebar dan embedded dalam berbagai bentuk, seperti: pengalaman seseorang, percakapan antar individu, dialog, diskusi formal maupun informal, intelejensia individu, mekanisme pengambilan keputusan, pemikiran-pemikiran, dan lain sebagainya.

(Diagram Platform Knowledge Management in pdf)

Dalam kerangka ini, seluruh pengetahuan yang berasal dari fakta, data, dan/atau informasi terkait dengan proses atau aktivitas bisnis perusahaan sehari-hari menjadi milik perusahaan -dalam arti kata diciptakan dan perlu disebarluaskan kepada seluruh manajemen, karyawan, dan stakeholders perusahaan sesuai dengan hak, wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya. Tentu saja dari keseluruhan pengetahuan tersebut ada yang relevan bagi kepentingan usaha dan ada yang tidak dipergunakan sama sekali. Oleh itulah maka diperlukan suatu manajemen khusus untuk mengelola sumber daya knowledge ini. Biasanya knowledge yang dianggap perlu untuk diciptakan dan didistribusikan adalah yang secara langsung terkait dengan penciptaan value bagi bisnis, seperti: profil pelanggan, portofolio keuangan, skenario pengambilan keputusan, prosedur kerja bermutu, sistem manajemen kualitas, dan lain sebagainya. Pokoknya berbagai pengetahuan yang dapat meningkatkan level “intelegensia” para individu di dalam perusahaan - sehingga dapat meningkatkan level kehandalan dari perusahaan (enterprise intelligence) - harus dikelola sebaik-baiknya.

Oleh karena itulah maka teknologi informasi dan komunikasi hampir selalu dilibatkan di dalam setiap inisiatif pengembangan knowledge management karena kemampuannya untuk dapat menciptakan,menyimpan,menstrukturkan,mensintesakan, dan menyebarkan/mendistribusikan informasi secara efektif dengan cara yang efisien.

TCO (Total Cost of Ownership) dan TVO (Total Value of Ownersip)

Secara prinsip, konsep TVO merupakan kebalikan dari TCO. Dalam konteks teknologi informasi, jika TCO didefinisikan sebagai biaya total yang harus dikeluarkan oleh perusahaan semenjak yang bersangkutan mengadakan atau membeli sebuah produk teknologi informasi sampai dengan proses implementasi dan pemeliharaannya, maka TVO didefinisikan sebagai keseluruhan potensi manfaat dirasakan atau diperoleh perusahaan karena diterapkannya sebuah produk teknologi informasi. Konsep yang biasa dipergunakan untuk memperbandingkan antara TCO dan TVO biasa disebut sebagai “Cost-Benefit Analysis” (CBA).

Pendekatan dalam menerapkan konsep CBA dalam ilmu teknologi informasi cukup berbeda dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya mengingat bahwa banyak sekali faktor biaya (cost) dan faktor manfaat (value) yang bersifat intangible dan unquantifiable. Oleh karena itulah dikenal beragam teknik, mekanisme, dan metodologi CBA dalam dunia teknologi informasi, seperti: Return-On-Investment, Multi-Objective Multi-Criteria Method, Boundary Values, Return-On-Management, Information Economics, Value Analysis, Experimental Methods, dan lain sebagainya. Kriteria yang dipergunakan dalam TCO tidak serumit TVO. Secara prinsip keseluruhan kriteria yang dipergunakan oleh TCO dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: biaya investasi – yaitu uang yang harus dikeluarkan untuk membeli produk atau solusi teknologi informasi, biaya implementasi dan operasional – yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkan, memelihara, dan mengembangkan sistem, dan biaya lain-lain – menyangkut pengeluaran seperti pelatihan SDM, biaya sosialisasi sistem baru, dan lain sebagainya.

Sementara kriteria yang dipergunakan oleh TVO cukup beragam karena banyak sekali teori manajemen yang menawarkan konsep mengenai value. Beberapa praktisi manajemen dan teknologi informasi menyarankan untuk menggunakan TVO bersama-sama dengan konsep Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Robter Kaplan dimana value dapat dilihat dari 4 (empat) aspek utama, yaitu: keuangan, kepuasan pelanggan, performa proses internal, dan pertumbuhan usaha. Contoh lain adalah menggunakan sejumlah teori Michael Porter dimana value dari implementasi teknologi informasi dapat diperoleh sejauh produk tersebut dapat membantu perusahaan dalam menciptakan produk dan jasa yang unik (differentiation) atau murah-cepat-baik (cost leadership); atau value yang diciptakan dalam bentuk pencegahan para kompetitor utama untuk dapat bersaing dengan perusahaan tersebut (seperti dikemukakannya dalam teori “Five Forces in Competition”).

e-Procurement

e-Procurement merupakan suatu mekanisme pembelian masa kini – atau dapat dikatakan sebagai teknik pembelian moderen – dengan memanfaatkan sejumlah aplikasi berbasis internet dan perangkat teknologi informasi terkait lainnya sebagai enabler dalam menjalankan proses tersebut. Dalam konsep ini, dikenal sejumlah istilah yang kerap dipergunakan oleh para praktisi bisni dan teknologi informasi. Memang karena sekilas terlihat sama, sejumlah istilah tersebut sering diputarbalikkan (tergantung dengan konteks yang ada), namun pada dasarnya masing-masing istilah tersebut memiliki definisi dan ruang lingkup arti yang cukup berbeda, seperti:
  • Aplikasi e-Procurement – merupakan perangkat lunak atau software yang dipergunakan untuk mengaplikasikan konsep e-Procurement dalam perusahaan.


  • Sistem e-Procurement – merupakan kumpulan dari sejumlah komponen-komponen atau entitas-entitas di dalam perusahaan, yang saling terkait satu dengan lainnya, yang memiliki fungsi untuk menjalankan konsep e-Procurement di dalam perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan komponen terkait misalnya: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), sumber daya manusia (brainware) dan pemakai atau pengguna (users), kebijakan (policy), tata kelola (governance), proses (business process), dan infrastruktur perusahaan.


  • Sistem Aplikasi e-Procurement – merupakan kumpulan dari sejumlah komponen-komponen atau modul-modul aplikasi (sejumlah sub-program dan database), yang saling terkait satu dengan lainnya, untuk membentuk suatu aplikasi holistik (utuh) dan terintegrasi dengan fungsi utama mengaplikasikan konsep e-Procurement dalam perusahaan.
Biasanya istilah “aplikasi e-Procurement” dipergunakan dalam konteks penyusunan portofolio proyek perencanaan dan pengembangan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan perusahaan, sementara “sistem e-procurement” dipakai jika ingin membahas konsep pembelian moderen dimana terjadi hubungan yang erat antara strategi bisnis dan strategi sistem dan teknologi informasi, sementara “sistem aplikasi e-Procurement” akan mengemuka dalam penyusunan technical blueprint untuk membuat perangkat lunak (software engineering).

Overview MySAP

SAP” adalah suatu nama mungkin sudah tidak asing lagi untuk praktisi-praktisi IT dunia, maupun di Indonesia. “SAP” ini adalah singkatan dari “System Analysis and Program Development (in German : Systemanalyse und Proggrammentwicklung)” yang ditemukan oleh Wellenreuther, Hopp, Hector, Plattner, dan Tschira pada tahun 1972. Yang kemudian berganti menjadi “Systems Application and Products in Data Processing” pada tahun 1977. “SAP”yang dikenal pada saat ini adalah sistem R/3-nya yang sudah teruji oleh perusahaan-perusahaan dunia dalam menjalankan bisnisnya, yang lebih dikenal dengan SAP R/3. Sebelum sampai ke generasi R/3, SAP sudah melewati tahap R/1 dan R/2. Selain sistem R/3 yang terkenal banyak juga solusi-solusi bisnis lainnya antara lain SAP BI (Business Intelligence) yang digunakan untuk Data Warehousing, SEM (Strategic Enterprise Management), SCM (Supply Chain Management), CRM dan masih banyak solusi-solusi bisnis lain yang ditawarkan oleh SAP untuk berbagai jenis bidang usaha di dunia.

SAP adalah merupakan salah satu software ERP (Enterprise Structure) terkemuka dunia yang sekarang ini sedang banyak diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan di Asia. Di Indonesia sendiri, sudah banyak perusahaan-perusahaan besar dan menengah yang sudah berhasil mengimplementasikan SAP untuk mendukung proses bisnisnya. Memang harga untuk mendapatkan suatu ERP dunia juga harus dibayar mahal baik dari segi licensenya, konsultan IT, dan juga SDM yang masih langka.

A.Sejarah Singkat Enterprise Resource Planning (ERP)
ERP berkembang dari manufacturing resouces planning (MRP II) dimana MRP II sendiri adalah hasil evalusi dari material requirement planning (MRP) yang berkembang sebelumnya. Sistem ERP secara modular biasanya menangani proses manufaktur, logistik, distribusi persediaan (inventori), pengapalan, invois dan akunting perusahaan. Ini berarti bahwa sistem ini nanti akan membantu mengontrol aktivitas bisnis seperti penjualan, pengiriman, produksi, manajemen persediaan, manajemen kualitas dan sumber daya manusia.
Enterprise Resource Planning (ERP) dan pendahulunya, Manufacturing Resource Planning (MRP II), memungkinkan terjadinya kemajuan yang sangat besar dalam manajemen proses-proses manufakturing. ERP juga salah satu faktor penyumbang pada performa ekonomi Amerika yang luar biasa pada era 1990-an. Tidak diragukan bahwa ERP adalah tonggak sejarah dalam proses industri. Berikut beberapa contoh bagus mengenai penerapan ERP di berbagai perusahaan.
1.Enterprise Resource Planning membantu sebuah perusahaan menaikan 20% tingkat penjualannya di tengah industri yang sedang menurun. Wakil presiden bidang penjualan menjelaskan, “Kita berhasil menangkap bisnis dari saingan-saingan kita. Berkat ERP, kini kita dapat mengirim lebih cepat dari mereka dan tepat waktu”.
2.Enterprise Resource Planning membantu sebuah perusahaan Fortune 50 dalam mencapai penghematan biaya yang sangat besar dan mendapatkan keunggulan daya saing yang signifikan. Wakil presiden bidang logistik menyatakan, “ERP menyediakan kunci untuk menjadi perusahaan global. Keputusan dapat diambil dengan data yang akurat dan dengan proses yang menghubungkan demand dan supply di berbagai belahan dunia. Perubahan ini bernilai miliaran bagi kami dalam penjualan di seluruh dunia”.
Investasi ERP sangat mahal dan pilihan ERP yang salah bisa menjadi mimpi buruk. ERP yang berhasil digunakan oleh sebuah perusahaan tidak menjadi jaminan berhasil di perusahaan yang lain. Perencanaan harus dilakukan untuk menyeleksi ERP yg tepat.

B.Pengertian ERP
Sistem ERP adalah sebuah terminologi yang secara de facto adalah aplikasi yang dapat mendukung transaksi atau operasi sehari-hari yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya sebuah perusahaan, seperti dana, manusia, mesin, suku cadang, waktu, material dan kapasitas. Sistem ERP dibagi atas beberapa sub-sistem yaitu sistem finansial, sistem distribusi, sistem manufaktur, sistem maintenance dan sistem human resource.
ERP(Enterprise Resource Planning) System adalah sistem informasi yang diperuntukkan bagi perusahan manufaktur maupun jasa yang berperan mengintegrasikan dan mengotomasikan proses bisnis yang berhubungan dengan aspek operasi, produksi maupun distribusi di perusahaan bersangkutan.
Pada prinsipnya, dengan sistem ERP sebuah industri dapat dijalankan secara optimal dan dapat mengurangi biaya-biaya operasional yang tidak efisien seperti biaya inventory (slow moving part, dan lain-lain), biaya kerugian akibat ‘machine fault’ dan lain-lain. Di negara-negara maju yang sudah didukung oleh infrastruktur yang memadaipun, mereka sudah dapat menerapkan konsep JIT (Just-In-Time). Di sini, segala sumberdaya untuk produksi benar-benar disediakan hanya pada saat diperlukan (fast moving). Termasuk juga penyedian suku cadang untuk maintenance, jadwal perbaikan (service) untuk mencegah terjadinya machine fault, inventory.
C.Beberapa variasi ERP
Di sistem manufaktur sendiri bisa terdapat beberapa variasi:
1.make-to-stock (diproduksi untuk dijadikan stok)
2.assemble-to-order (dirakit berdasarkan permintaan)
3.assemble-to-stock (dirakit untuk dijadikan stok)
4.make-to-order (diproduksi berdasarkan permintaan).
Contoh make-to-stock misalnya: pabrik kertas dimana kertas itu sudah menjadi suatu komoditi yang bisa dijual kapan saja. Sebuah contoh assemble-to-stock misalnya: pabrik TV yang mendatangkan komponennya secara knockdown yang kemudian di rakit untuk dijadikan TV siap jual.
Pada dasarnya, semakin kompleks suatu industri, maka sistem manufaktur tersebut juga makin menuju ke sistem assemble-to-order atau make-to-order. Sebagai contoh, industri pesawat nyaris tidak mungkin memakai sistem make to stock karena komponennya saja perlu di rancang khusus. Untuk industri seperti itu, beberapa vendor sistem ERP juga menyediakan sistem Project Management sebagai ganti dari sistem produksi.
D.Proses dalam ERP
Sistem ERP dirancang berdasarkan proses bisnis yang dianggap ‘best practice’ – proses umum yang paling layak ditiru. Misalnya, bagaimana proses umum yang sebenarnya berlaku untuk pembelian (purchasing), penyusunan stok di gudang dan sebagainya.
Untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari sistem ERP, maka industri kita juga harus mengikuti ‘best practice process’ (proses umum terbaik) yang berlaku. Di sini banyak timbul masalah dan tantangan bagi industri kita di Indonesia. Tantangannya misalnya, bagaimana merubah proses kerja kita menjadi sesuai dengan proses kerja yang dihendaki oleh sistem ERP, atau merubah sistem ERP untuk menyesuaikan proses kerja kita. Management sebagai ganti dari sistem produksi sebelumnya.
Apa itu ERP? ERP (Enterprise Resource Planning) sebuah akronim yang memang belum menggambarkan makna yang sebenarnnya. Agar mudah memahaminya, abaikan kata Planning dan Resource, tapi perhatikan kata Enterprise. Di kata Enterprise itulah letak makna ERP yang sebenarnya.
ERP merupakan software yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu perusahaan ke dalam satu sistem komputer yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan, baik dari departemen penjualan, HRD, produksi atau keuangan. Meski kebutuhannya berbeda, ERP harus mampu memenuhinya. Satu syarat yang tidak boleh ditawar-tawar lagi adalah terintegrasi, yang menggabungkan berbagai kebutuhan pada satu software dalam satu logical database, sehingga memudahkan semua departemen berbagi informasi dan berkomunikasi.
Sebagai contoh, order penjualan yang dicatat di departemen penjualan akan secara otomatis diketahui kapan harus dikirim oleh bagian gudang. Begitu juga, bagian keuangan akan mengetahui kapan kas akan masuk dari pelanggan. Berkurangnya jumlah barang di gudang secara otomatis akan diketahui pula oleh bagian perencanaan produksi. Jika jumlah barang mencapai kondisi tertentu, sistem akan membuat permintaan produksi. Saat itu, informasi mengenai bahan baku yang dibutuhkan telah pula disajikan oleh sistem.
Setelah bagian perencanaan produksi me-review informasi dan menyetujuinya, secara otomatis informasi akan mengalir ke bagian pembelian, yang memungkinkannya menghubungi pemasok untuk negosiasi harga dan pengiriman. Saat itu, bagian pembelian juga mendapatkan berbagai informasi berharga mengenai kinerja para pemasoknya.
Setelah kesepakatan diperoleh, order pembelian dibuat dengan menekan satu tombol dan informasi rencana kedatangan barang telah sampai di bagian penerimaan barang. Sementara itu, bagian keuangan akan memperoleh informasi berapa jumlah uang yang harus disiapkan untuk order pembelian. Demikian seterusnya, sehingga keseluruhan alur proses bisnis di perusahaan tersebut menjadi sangat efisien. Perubahan-perubahan yang terjadi di satu bagian dapat diantisipasi dengan baik oleh bagian terkait lainnya.
Meski banyak analis dan vendor perangkat lunak mendefinisikan berbeda-beda, namun maknanya relatif sama. Ada yang menyebutnya ERP, karena merupakan evolusi dari MRP – Material Requirement Planning menjadi MRP II – Manufacturing Resource Planning, yang kemudian menjadi ERP – Enterprise Resource Planning. Ada juga yang menyebut ERM – Enterprise Resource Management, sekedar mendekatkan makna dan akronimnya. Suatu sistem yang mengelola seluruh sumber daya perusahaan.
ERM ini yang kemudian mendorong munculnya jargon baru TI, seperti CRM (Customer Relationship Management), SCM (Supply Chain Management), PLM (Product Lifecycle Management) dan SRM (Supplier Relationship Management). Jargon-jargon baru itu, pada intinya, adalah pemanfaatan lebih lanjut suatu sistem yang fokus utamanya adalah customer untuk CRM, rantai pergerakan barang untuk SCM, daur hidup produk untuk PLM serta supplier untuk SRM. Posisi ERM ada di tengah-tengah dan dikelilingi oleh CRM, SCM, PLM dan SRM.
ERP akan berkembang terus sesuai dengan tuntutan konsumen. Yang jelas perkembangan ERP pada masa depan ini akan dititik-beratkan pada beberapa hal, yaitu, lebih mendukung customer service, lebih mendukung vertical industri spesifik (vertical industry), dan juga lebih mendukung proses pengambilan keputusan.